Benda
yang diam akan berkecenderungan untuk tetap diam, dan benda yang
bergerak akan berkecenderungan untuk tetap bergerak jika tidak ada gaya
yang mempengaruhinya
*Hukum-Kelembaman,
Newton
Penulis amatiran
seperti saya ini sering kehilangan mood untuk menulis. Tidak
sedikit tulisan pada akhirnya tak jadi saya selesaikan hanya karena
merasa inspirasi telah menguap entah kemana. Atau mungkin menggagas
suatu konsep, tetapi oleh karena sesuatu hal, saya menundanya. Atau bisa
jadi merasa belum matang untuk menuliskan konsep tersebut, dan
pada akhirnya tidak dituliskan sama sekali.
Kemudian saya
menangkap suatu irama. Ketika saya mencoba konsisten untuk menulis,
dengan sendirinya hasrat untuk tetap menulis itu datang. Dan, ketika
suatu saat saya agak malas atau menunda untuk menuangkan ide ke dalam
tulisan, sering sekali pada akhirnya saya tidak menuliskan apa-apa.
Penundaan dapat menjadi sesuatu yang buruk. Dia bak perampok ide dalam
menulis.
Orang yang tidak
menulis akan berkecenderungan untuk tetap tidak menulis jika tidak ada
motivasi dari luar dan kemudian dari dalam dirinya supaya
menulis. Butuh pemantik untuk menyalakan api. Motif atau penggerak itu
bisa datang dari dalam diri sendiri oleh karena sangat senang membaca.
Bacaan dan penulis
favoritnya menjadi modelnya. Setelah tulis-menulis menjadi kesukaan,
pada akhirnya ia menjadi suatu kesukaan. Dan penulis amatiran itu pun
menjadi penulis professional dengan kekhasan gaya menulisnya.
Bukan hanya
dalam Tulis-menulis
Tentu saja ‘hukum
kemalasan’ ini tidak hanya berlaku dalam tulis-menulis. Tetapi berlaku
untuk hampir semua kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Kita yang tidur
selama delapan jam per hari, berkecenderungan untuk selalu tidur selama
delapan jam. (Tapi sebaiknya kebiasaan ini dirubah. Tidur selama
delapan jam perhari kebanyakan. Tidur selama delapan jam
perhari berarti sepertiga waktu dalam sehari digunakan hanya untuk
tidur. Kalaulah kita berumur tujuh puluh lima tahun selama hidup di
dunia, berarti, waktu yang kita gunakan untuk tidur selama dua puluh
lima tahun!).
Saya teringat dengan
guru sejarah kami ketika SMA dulu. Pak guru ini sangatlah latah bilang,
“iya”. Sebentar-sebentar memberikan penjelasan, kata “iya” selalu
mengekor di akhir kalimatnya. Saya dengan teman semeja saya dengan
nakalnya menghitung dengan menggunakan turus berapa kali si guru bilang
“iya” alih-alih mendengar penjelasan yang membosankan dan terus saja
membosankan. (Sebenarnya sejak dulu pun saya suka mata pelajaran
sejarah. Tapi saya lebih suka mempelajarinya sendiri daripada mendengar
penjelasan guru ini). Dalam waktu beberapa menit saja, turus kami sudah
belasan kali.
Kisah lainnya. Salah
seorang rekan guru saya di SMP adalah perokok. Kesempatan merokok selalu
guru fisika ini rindukan. Beberapa kali mencoba berhenti. Dan selalu
saja gagal. Berhenti selama seminggu, kemudian kembali lagi. Lalu
kembali membuat komitmen untuk berhenti merokok, berhasil, tapi untuk
hanya dua minggu. Berubah itu sulit. Apalagilah kebiasaan itu sudah
bertahun-tahun.
Duduk di bangku
sekolah dasar dan menengah, saya tidak begitu rajin membaca. Gemar
membaca baru tumbuh kembang ketika duduk di bangku kuliah. Dan sekarang,
membaca itu menjadi suatu kebutuhan.
Perubahan
Kebiasaan
berkecenderungan untuk selalu dilakukan. Ada sesuatu yang kurang kalau
tidak dilakukan. Kita nyaman dengan yang kita miliki. Ini jugalah yang
membuat kita takut dengan perubahan — sekalipun perubahan ke arah yang
lebih baik. Ada kecenderungan untuk tetap dalam kondisi tidak berubah.
Tampaknya kita menyukai status quo — mempertahankannya. Inilah
hukum kemalasan.
Perubahan kecil yang
dilakukan dengan konsisten perlahan akan menjadi perubahan besar. Yang
utama, komitmen untuk berubah. Masa depan adalah suatu perjalanan. Dan
perubahan adalah bagian dari perjalanan itu. Dimikian kutipan dari salah
satu buku yang pernah saya baca.
Watak
Tampaknya jauh lebih
sulit untuk berubah ke arah yang lebih baik daripada ke arah yang lebih
buruk. Demikian susah membangun akhlak mulia daripada ‘hina’. Betapapun
tidak pernah ‘dididik’ orang tuanya untuk berbohong, anak kecil sudah
tahu bagaimana berbohong. Ketika dengan tak sengaja si kecil memecahkan
guci antik dengan permainan bolanya, dan rasa takut mulai menekan
akalnya, naluri untuk berdusta langsung saja terbersit. Tidak adanya
saksi mata akan dimanfaatkan untuk mencari dalih.
Barangkali tepatlah
bahwa tabiat dasar, natur kita, bukanlah makhluk yang suci, melainkan
perpaduan (tidak sempurna) antara baik dan jahat.
Berbeda dengan mesin,
kecenderungan atau kebiasaan kita akan terakumulasi dan berbunga.
Apabila ‘iklim lingkungan’ mendukung, maka kebiasaan baik (atau
buruk) akan menyemburkan bunganya sampai berlipat ganda. Itulah
sebabnya, struktur yangmemberikan banyak celah untuk korup, akan menjadi
ladang subur bagi koruptor. Kelas teri akan demikian cepatnya
tumbuh-kembang menjadi kelas kakap.
Pilihan-pilihan kecil
sehari-hari untuk menjadi pribadi yang lebih baik akan demikian
berpengaruh di masa depan.