Rabu, 16 November 2011

Amal Yang Mengantar Kita Ke Neraka

Oleh: DH. Devita

Keputusasaan bisa jadi merupakan awal dari segala ‘bencana’. Mengapa? Karena sekian banyak orang bisa tiba-tiba berubah nekat untuk melakukan berbagai hal yang (biasanya) mencelakakan dirinya sendiri, akibat dari rasa putus asa. Tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap kali permasalahan mendera, dalam hati kita masing-masing mungkin akan terbersit niat-niat tertentu yang tidak baik.

Namanya saja manusia, tak pernah bisa luput dari salah dan khilaf. Ada saja ‘terpeleset’nya sehingga sesuatu hal yang tidak baik yang kita lakukan, bisa-bisa mengantarkan akhir hidup kita ke dalam jurang neraka, lepas dari berapapun banyaknya amalan baik yang pernah kita lakukan sebelumnya.

Saya teringat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang menceritakan tentang proses penciptaan manusia. Manusia diciptakan Allah bermula dari setetes air mani, lalu menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging, kemudian diutuslah seorang malaikat yang bertugas untuk meniupkan ruh padanya, dan mencatatkan empat hal yang sudah ditentukan. Yaitu rezekinya, ajalnya, amalannya, dan susah serta senangnya. Dan sesungguhnya tiap manusia ada yang melakukan amalan-amalan kebaikan hingga mendekatkan dirinya pada surga dengan jarak hanya sehasta, namun takdir mendahuluinya hingga ia melakukan amal perbuatan buruk yang akhirnya memasukkannya ke dalam neraka.

Demikian pula sebaliknya. Ada manusia yang melakukan amalan-amalan keburukan, hingga mendekatkan dirinya pada neraka dengan jarak hanya sehasta, namun takdir mendahuluinya hingga ia melakukan amal perbuatan baik yang akhirnya memasukkannya ke dalam neraka. Hadits tersebut dikumpulkan oleh Imam Nawawi dalam kumpulan Hadits Arbain, menempati urutan nomor empat.

Sungguh sangat menyentil isi hadits di atas. Kehidupan manusia di dunia memang tak bisa dinilai hanya dari apa yang diperbuatnya semasa hidup saja. Melainkan ada ketetapan Allah berupa takdir yang nantinya akan mengarahkannya. Dan dengan berbekal akal serta keimanan, seharusnya kita sebagai manusia bisa mengarahkan segenap anggota tubuh kita untuk terus melakukan kebaikan dan hanya kebaikan saja, sehingga kita terhindar dari akhir yang buruk, atau katakanlah mati dengan sangat tercela. Na’udzubillahi min dzaalik.

Berlindunglah pada Allah dari bisikan-bisikan setan yang senantiasa menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan-
perbuatan yang tidak Allah ridai. Kembali mengenai keputusasaan. Tak sedikit orang yang ‘terjebak’ dalam keputusasaan, sehingga akhirnya ia ‘memutus’ kebaikan yang selama ini ia lakukan, hingga misalnya mengambil jalan pintas berupa mencuri, berbohong, memfitnah, melakukan segala cara demi mencapai hasil, sampai kepada tindakan bunuh diri. Padahal bisa jadi, kesulitan yang ia alami tak kunjung muncul penyelesaiannya karena ikhtiar yang kurang, atau kurang mendekatkan diri pada Allah. Sesungguhnya Allah akan menguji keimanan tiap-tiap diri kita dengan berbagai jenis ujian. Dan apabila kita ‘memutuskan’ untuk berputus asa, detik itu pula kita memilih untuk menutup pintu solusi bagi
permasalahan yang sedang kita hadapi.

Menghapus sikap optimis yang sebenarnya bisa ditumbuhkan, dan mencegah akal kita untuk berkreasi mencari jalan ke luar. Memilih untuk berputus asa sesungguhnya hanya akan ‘mematikan’ diri kita secara maknawi. Dan memang, menghadapi ujian dan cobaan itu tak bisa tanpa kesabaran dan kekuatan iman. Dan kesabaran sungguh tidak boleh dibatas-batasi dengan seenaknya. Berputus asa, berarti menyerah. Seseorang yang yakin akan rahmat dan pertolongan Allah sedianya akan selalu bersikap optimis, dan tak pernah putus dari upaya keras serta doa. Masalah dikabulkan dan mendapat kemudahan, itu soal lain.

Memang kadang-kadang apa yang kita tidak sukai, bisa jadi itu adalah yang terbaik untuk diri kita yang telah Allah tentukan, demi untuk kebaikan diri kita sendiri. Dan sebaliknya, apa yang kita sukai belum tentu merupakan hal yang terbaik bagi diri kita. Jadi, sungguh kasih sayang Allah amat besar bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, apabila mereka mau berpikir.

Menjauhkan diri dari sikap putus asa bisa jadi merupakan salah satu upaya kita untuk tidak ‘mengakhiri’ hidup dengan kesia-siaan. Bukankah kita selalu berdoa untuk mendapatkan akhir hidup yang husnul khatimah? Apa artinya sebuah doa tanpa upaya yang kita sendiri lakukan? Maka lindungilah diri kita, keluarga, serta orang-orang yang kita sayangi dari jebakan setan yang satu itu. Jangan berputus asa, sebab Allah selalu bersama kita.

Kesulitan yang kita hadapi sekarang, bisa jadi menyimpan hikmah dan kebahagiaan di masa mendatang. Berbaik sangka sungguh lebih nikmat daripada mengotori jiwa-jiwa kita dengan rasa was-was dan pikiran-pikiran buruk. Jagalah tiap diri kita dari amalan buruk yang bisa mengantarkan kita ke dalam jurang neraka.

Wallahu a’lam bish showab.

Sumber: www.eramuslim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar