Rabu, 26 Oktober 2011

Inspirasi hari ini, "Qurban Yu Timah"‏

Qurban Yu Timah
Oleh: Y. Rehmedi

Yu Timah adalah penerima (Subsidi Langsung Tunai) SLT yang sebenarnya. Maka rumahnya berlantai tanah, berdinding anyaman bambu, tak punya sumur sendiri. Bahkan status tanah yang di tempati gubuk Yu Timah adalah bukan milik sendiri. Usia Yu Timah sekitar lima puluhan, berbadan kurus dan tidak menikah. Barangkali karena kondisi tubuhnya yang kurus, sangat miskin, ditambah yatim sejak kecil, maka Yu Timah tidak menarik lelaki manapun. Jadilah Yu Timah perawan tua hingga kini. Dia sebatang kara. Dulu, setelah remaja Yu Timah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta. Namun, seiring usianya yang terus meningkat, tenaga Yu Timah tidak laku di pasaran pembantu rumah tangga. Dia kembali ke kampung kami. Para tetangga bergotong royong membuatkan gubuk buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. Gubuk itu didirikan di atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangat miskin itu.
Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Maka ia berjualan nasi bungkus. Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren kampung kami. Tentu hasilnya tak seberapa. Tapi Yu Timah bertahan. Dan nyatanya dia bisa hidup bertahun-tahun bersama emaknya. Setelah emaknya meninggal Yu Timah mengasuh seorang kemenakan. Dia biayai anak itu hingga tamat SD. Namun anak tersebutpun harus mencari makan. Maka dia tersedot arus perdagangan pembantu rumah tangga dan lagi-lagi terdampar di Jakarta.
Sudah empat tahun terakhir ini Yu Timah kembali hidup sebatang kara dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berjualan nasi bungkus. Alhamdulillah di kampung kami ada pesantren kecil. Para santrinya adalah anak-anak petani yang biasa makan nasi yang dijual Yu Timah.
Kemarin Yu Timah datang ke rumah saya. Saya sudah mengira pasti dia mau bicara soal tabungan. Inilah hebatnya. Semiskin itu Yu Timah masih bisa menabung di Bank Perkreditan Rakyat Syariah dimana saya ikut jadi pengurus. Tapi Yu Timah tidak pernah mau datang ke kantor. Katanya, malu, sebab dia orang miskin dan buta huruf. Dia menabung Rp 5.000 atau Rp 10.000 setiap bulan. Namun setelah menjadi penerima SLT Yu Timah bisa setor tabungan hingga Rp 250 ribu. Dan sejak itu saya melihat Yu Timah memakai cincin emas. Yah, emas. Untuk orang seperti Yu Timah, setitik emas di jari adalah persoalan mengangkat harga diri. Saldo terakhir Yu Timah adalah Rp 650.000.
Yu Timah biasa duduk menjauh bila berhadapan dengan saya. Malah maunya bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah.
”Pak, saya mau mengambil tabungan”, kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.
”O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore, bank kita sudah tutup. Bagaimana kalau Senin?”
”Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak tergesa”.
”Mau ambil berapa?” tanya saya.
”Enam ratus ribu, Pak.”
”Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?”
Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu. ”Saya mau beli kambing kurban, Pak. Kalau enam ratus ribu saya tambahi dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing”.
Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya. Bahkan dia mengulangi kata-katanya karena saya masih diam. Karena lama tidak memberikan tanggapan, mungkin Yu Timah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya. Padahal saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli kambing kurban.
”Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan saya berikan sebesar enam ratus ribu. Tapi Yu, sebenarnya Yu Timah tidak wajib berkurban. Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?”
”Iya Pak, saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban”.
”Baik, Yu. Besok akan saya ambilkan uangnya”.
Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta diri, dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang. Setelah Yu Timah pergi, saya termangu sendiri. Kapankah Yu Timah mendengar, mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran kurban yang ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim? Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya?
Ah, Yu Timah, saya jadi malu. Kau yang belum naik haji, atau tidak akan pernah naik haji, namun kau sudah jadi orang yang suka berkurban. Kau sangat miskin, tapi uangmu tidak kaubelikan makanan, televisi, atau pakaian yang bagus. Uangmu malah kau belikan kambing kurban. Meski saya dilarang dokter makan daging kambing, tapi kali ini akan saya langgar. Saya ingin menikmati daging kambingmu yang sepertinya sudah berbau surga.

Contact Person :
Edwar Yusa
ZIS Consultant Online Rumah Zakat
Jalan Turangga No. 25 C Bandung - Indonesia
Phone: (022) 7332407
Fax: (022) 7332478
Mobile: 0852 2150 8382 / 022 9578 7883
E-Mail: edwaryusa_rzi@yahoo.com ; edwar.rumahzakat@gmail.com
ID YM: edwaryusa_rzi
http://www.rumahzakat.org
Optimalkan Qurban Anda dalam program Superqurban:
Kambing Rp 1.200.000
Sapi Rp 9.950.000
Sapi Retail Rp 1.425.000

Informasi lengkap mengenai Superqurban, silahkan klik:

Baca/Download Majalah Rumah Lentera edisi Oktober 2011:

Rekening Donasi : a.n Yayasan Rumah Zakat Indonesia
BCA: 094 301 6001
Mandiri: 132000 481 9745
Mandiri Syariah: 125 00155 55
BNI Syariah: 155 555 5589
Permata Syariah: 377 100 1555

*Setelah Transfer, mohon untuk konfirmasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar