Presiden Direktur PT. Total Sinergi Interna-
tional (PTTSI) Harsudi Supandi (tengah) dan
Presiden Komisaris PTTSI Rashid Maidin (ka-
nan) dan Komisaris PTTSI Ng Xinwei usai
peluncuran produk Geo-Coal di Jakarta Selasa,
20 April 2011. (Taufiequrrohman/TAMBANG)
alam@majalahtambang.com
Jakarta-TAMBANG- Upaya nilai tambah batubara terus dilakukan. Salah satunya dengan peningkatan kalori batubara kalori rendah menjadi kalori sedang atau tinggi. Sebuah teknologi baru peningkatan kalori batubara diluncurkan, Geo-Coal, demikian nama teknologi tersebut.
Geo-coal dikembangkan oleh PT. Total Sinergy International (TSI). Adalah Harsudi Supandi, President Director TSI yang melakukan pengembangan teknologi ini. �Ini adalah teknologi murni hasil temuan kita sendiri,� demikian ujar Harsudi saat peluncuran produk tersebut.
Saat ini hak patennya sudah didafatarkan oleh Drew & Naper LLC, untuk terobosan teknologi yang dikembangkan di Asia. Namun menurut Harsudi lagi, proses akhir dari paten tersebut menunggu lebih kurang satu tahun lagi.
Namun , lebih lanjut katanya, dari hasil observasi dan penelitian yang dilakukan terhadap teknologi peningkatan kalori batubara yang dilakukan, Geo-Coal, merupakan sebuah teknologi baru yang berbeda dengan teknologi sejenis lainnya.
Harsudi mengatakan, dari batubara kalori rendah setelah melalui proses teknologi Geo-Coal, akan menghasilkan batubara dengan berbagai jenis kalori. Ada Geo-Lite, dengan kalori 4.800 sampai 5.700 kcal, kemudian Geo-Hi, untuk batubara kalori 5.700 sampai 6.800 kcal dan Geo-Met untuk batubara kalori di atas 6.800 kcal.
Geo-Coal sendiri sudah meneken tanda tangan kerjasama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk PLTU 2x300 MW di Labuan, Banten. Rencananya selesai pembangunan akan dilakukan pada Agustus 2011.
Untuk PLTU Labuan, rencananya batubara yang dkan dinaikan kalorinya, dari kalori di bawah 4000 kcal menjadi kalori 4.800 kcal. Kalori tersebut, sesuai dengan kapasitas power plan di pembangkit milik PLN tersebut.
�Kapasitas batubara yang dipakai di PLTU Labuan, di atas 1 juta ton per tahun,� ujarnya.
Selain dengan PLN, Geo-Coal juga akan dipakai di Tamiang Layang, Kalimantan Tengah pada akhir Juni 2011. Kapasitas yang direncanakan sekitar 500.000 metrik ton per tahun.
Sebelum menandatangani proyek dengan PLN ataupun untuk tambang batubara di Kalimantan Tengah, Geo-Coal sudah diujicobakan oleh TSI di pilot plant di Curug, Tangerang.
Menurut Harsudi, dalam proses geo-Coal, ada lima proses yang dilakukan. Pertama, persiapan batu bara run-of-mine (ROM), yaitu mengantarkan batu bara ROM ke pabrik Geo-Coal. Kedua, proses penghancuran batu bara dalam berbagai ukuran. Biasanya 5-50 mm.
Ketiga, proses pengeringan. Gas panas dari pembakaran gasifikasi memanaskan batubara dengan uap per panas untuk mengeluarkan kelembaban. Kemudian keempat, proses seting. Pada tahap ini, modifikasi temperatur gabungan dari hardgrove grindability index (HGI), konten materi yang mudah terbakar dan debu dari batubara.
Yang terakhir adalah proses pendinginan. Batubara yang sudah dinaikan kulaitasnya dilakukan pendingainan dan siap untuk dikonsumsi dalam kalori yang lebih tinggi.
Yang membedakan Geo-Coal dengan teknologi lainnya semisal Upgrading Brown Coal (UBC), adalah pada prosesnya. Geo-coal, melalui proses yang lebih singkat dan simple. Selain itu, pada proses lain, pada akhir, batubara akan dipadatkan menjadi briket, tetapi Geo-Coal, tidak.
�Tidak ada proses pemadatan batubara menjadi briket. Tetapi tetap seperti bentuk semua, dengan kalori yang lebih tinggi,� jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, investasi yang dibutuhkan untuk untuk kapasitas 500.000 ton sebesar US$ 5 juta. Sementara untuk kapasitas batubara 1 juta ton membutuhkan biaya sebesar US$ 10 juta dolar.
� Yang jelas, investasi untuk Geo-Coal, jauh lebih murah dibandingkan dengan teknologi lainnya,� pungkasnya. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar